Pemilik Hak Ulayat Tuntut Ganti Rugi Pelabuhan Rp 3 Triliun


Robert/Radar Merauke
Kapal Penumpang Sirimau Milik PT Pelni saat  sedang sandar menurunkan penumpang di pelabuhan Merauke. Pelabuhan ini merupakan salah satu kawasan yang akan dipalang oleh pemilik hak ulayat jika pemerintah belum menerima tuntutannya.

MERAUKE- Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Suku Inbuti Hendrikus Hengky Ndiken mengatakan rencana pemerintah pusat untuk meningkatkan percepatan pelayanan dan misi satu harga untuk wilayah Merauke melalui transportasi Tol Laut  kemungkinan besar bakal tidak bisa optimal alias gagal. Hal tersebut disebabkan karena pemerintah belum melakukan pembayaran ganti rugi lahan yang dipakai untuk pembangunan Pelabuhan Yos Sudarso Merauke dan sejumlah tempat umum lainnya selama ini.
“Kami masyarakat adat Inbuti selaku pemilik hak ulayat atas tanah yang sudah dibangun pelabuhan laut minta pemerintah untuk memberikan kompensasi ganti rugi sebesar Rp 3 triliun,“ kata Hendrikus Hengky Ndiken ketika ditemui Radar Merauke, Senin (10/4) kemarin.
Menurut Hengky, secara keseluruhan lahan yang telah dipakai oleh pemerintah  selama ini seluas 26,58 hektar. Dari total  luas  tersebut ada sekitar 12 hektar  yang sudah dipakai untuk pembangunan fasiltas pelabuhan dan lainnya.
“Jujur kami akan melakukan pemalangan jika pemerintah tidak mengindahkan atau mencarikan solusi bersama terkait persoalan ini,” akuinya
Dikatakan, terkait dengan tuntutan tersebut pihak pemilik hak ulayat sendiri telah melakukan berbagai upaya dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Diantaranya, mereka telah melayangkan surat resmi kepada Kementerian Perhubungan. Selain itu, juga telah menyurati Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membahas persoalan tanah ulayat di kawasan pelabuhan ini. Namun menurutnya, usaha tersebut selalu sia-sia. Sebab hingga saat ini belum ada respon positif, baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
”Bupati Merauke sudah menjanjikan untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Tapi sampai saat ini kami belum juga dipertemukan,” terangnya.
Ditegaskan, pihaknya telah memastikan akan melakukan pemalangan terhadap seluruh aktifitas pelabuhan Merauke jika pemerintah tetap melakukan pengembangan pembangunan fasilitas pelabuhan meskipun belum memberikan jawaban pasti terkait tuntutan masyarakat adat itu.
“Kami sudah tahu resikonya jika tetap menempuh jalur seperti itu. Selain pergerakan ekonomi terhambat kami siap untuk mengikuti proses hukum yang berlaku,” terangnya.
Dirinya berharap kepada pemerintah daerah dan pihak pengelola fasilitas pelabuhan dan lainnya agar bisa berperan aktif untuk sama-sama bekerja mencarikan solusi yang terbaik terkait masalah ini.
“Kami harapkan pemerintah daerah harus berkoordinasi dengan pihak Pelindo untuk minta duduk bersama terkait persoalan ini, kami sudah berulang kali untuk menghadap ketingkat atas tapi hasilnya tetap sama saja,” pungkasnya.(roy/nik)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dua Bahasa Lokal di Merauke Terancam Punah

Pemkab dan Adat Turun ke Kampung Nasem

Letkol Heri Krisdianto: Proxiwor Musuh Bersama