Warga Sumber Harapan keluhkan Air Minum Tak Layak Konsumsi


Robert/Radar merauke
Salah satu embung, yang dibangun tahun 2005. Embung berada dibawa pemukiman warga, sehingga ketika musim hujan kotoran hewan dan kotoran manusia dari pemukiman warga sekitar akan memenuhi embung tersebut.

MERAUKE- Masyarakat Kampung Sumber Harapan (SP3) Distrik Tanah Miring keluhkan kondisi air minum yang tidak layak konsumsi. Sebab sumber air dari embung yang dibangun pada 2005 lalu itu berasal dari tampungan air banjir dari pemukiman warga sekitar perkampungan itu.
 “Saat musim hujan, banjir yang berasal dari pemukiman warga selalu bermuara di embung itu. Jadi beginilah kondisi kami di sini,  tidak ada pilihan lagi  terpaksa kami harus menggunakan satu-satunya sumber air itu,” kata  kepala Kampung Sumber Harapan Donatus Manu ketika ditemui wartawan di kediamanya, Sabtu (6/5).
Dikatakan, embung tersebut dibangun sejak 2005 lalu dengan tujuan untuk memenuhui kebutuhan air minum bagi masyarakat setempat. Sejak dibangun, hingga saat ini masyarakat setempat masih mengkonsumsi air itu. Sebab tidak ada lagi sumber air yang lain selain itu. Mirisnya lagi, masyarakat kampung itu dan hewan peliharaan warga sama-sama mengkonsumsi air itu.
“Embung ini dibangun di daerah dataran rendah,  jadi sudah pasti banjir bawa kotoran hewan, kotoran manusia yang ada diatas perkampungan juga terkumpul di situ,” ucapnya
Menurutnya,  ada tiga embung yang dibangun di wilyahnya, namun dua diantaranya sudah tidak lagi berfungsi karena sumber airnya tidak tersedia.  Lanjut dia, pada saat dibangun, embung itu sudah dilengkapi dengan dua buah sumur resapan. Ini berfungsi agar masyarakat tidak langsung mengambil air langsung dari sumber air utamanya.
“Lihat saja sendiri, bagimana sumurnya bisa berfungsi, masa bangun sumur diatas dataran tinggi, sementara sumber airnya ada dibawa,” tandasnya.
Dirinya berharap, agar pemerintah daerah Kabupaten Merauke melalui dinas terkait segera memperhatikan kondisi ini, dengan membangun tembok pengaman atau penahan banjir. Sehingga kala hujan tiba, air banjir yang berasal dari pemukiman warga sekitar dan kandang ternak tidak lagi langsung masuk ke dalam tempat penampungan airnya.
“Kalau musim hujan seperti ini kami masih menggunakan air hujan, tapi kalau musim kemarau nanti kami harus gunakan air itu. Walaupun pada saat itu warna airnya sudah berubah menjadi kuning,”pungkasnya.(roy/nik)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dua Bahasa Lokal di Merauke Terancam Punah

Pemkab dan Adat Turun ke Kampung Nasem

Letkol Heri Krisdianto: Proxiwor Musuh Bersama